Arung jeram memang bukan kegiatan baru. Sejarahnya hampir setua sejarah peradaban manusia. Sejak zaman dulu manusia sudah mengarungi sungai-sungai untuk mencari bahan makanan atau kepentingan bertahan hidup lainnya. Peralatan yang mereka gunakan tergolong sangat primitif. Biasanya benda-benda yang terdapat di sekitar mereka misalnya rakit atau perahu sederhana dengan melubangi batang pohon yang besar.
Suku primitf di Kanada dikenal sebagai pioner pembuat perahu. Kaum Indian Carib juga mengembangkan transportasi air ini dan menyebutnya Pirogue (Sering disebut Dug Out Canoe). Orang-orang Maoris dari Selandia Baru malah mengembangkan Dug Out Canoe yang besar untuk mengangkut pasukan tempur mereka. Sementara suku Kwakiuti Indian dari Vancouver, Kanada, mengukir perahu mereka untuk tujuan kebanggaan.
Perkembangan berikutnya dari Dug Out Canoe menjadi Bark Out Canoe. Jenis ini adalah perahu yang mulai menggunakan papan yang disusun merapat. Teknik pembuatan perahu ini kemudian menjadi akar perahu modern. Cara membuat perahu ini digagas oleh suku Indian Amerika Utara. Sementara kaum Eskimo menciptakan Skin Covered Craft, yaitu perahu yang dibungkus dengan kulit binatang agar tidak tembus air. Begitulah perahu ini kemudian berkembang menjadi alat transportasi penting.
Namun bagi beberapa gelintir penggila kegiatan air, perahu yang mulanya berbasis dari canoe-nya suku Indian kemudian diubah menjadi wahana mengarungi jeram-jeram ganas di sungai-sungai. Gagasan berarung jeram ini dimulai sejak akhir abad 19. Seorang pandu bernama John Macgregor mengembangkan kendaraan air ini untuk rekreasi dan olahraga.
Seiring kebutuhan akan medan jeram dan sungai yang punya karakteristik berbeda, perahu arung jeram kemudian berkembang dalam banyak jenis material: plastik, aluminium, fiberglass dan karet.
Setelah Perang Dunia II usai, perahu angkatan laut milik Amerika mulai digunakan untuk mengarungi sungai. Namun perahu ini didesain untuk menerjang ombak laut, bukanlah untuk di jeram. Arung jeram dilakukan dengan menggunakan perahu bulat yang disebut "Basket Boat" karena bentuknya mirip keranjang. Perahu ini selalu penuh dengan air bahkan hanya dengan melewati jeram kecil. Sampai saat ini perahu jenis ini masih digunakan pada sungai yang mudah.
Pada 1950, arung jeram semakin diminati. Mulailah perahu khusus arung jeram diproduksi dengan desain khusus untuk menempuh jeram-jeram dan dapat mengangkut orang dan perbekalan lebih banyak.
Sampai tahun 1980-an, para rafter terpaksa masih memakai perahu “baskom” yang mesti menimba air keluar dari perahu. Ini adalah ancaman nyata bagi rafter yang kehilangan timba airnya!
Lewat berbagai percobaan, pada 1983 perahu yang dapat mengeluarkan air sendiri -- Self Bailer-- berhasil diproduksi oleh Jim Cassady. Sebuah perahu yang lantainya diisi angin. Lantai yang berisi udara ini akan selalu mengapung di atas permukaan air sehingga dengan sendirinya air keluar lewat lubang di sekeliling lantai perahu.
Perkembangan di Indonesia
Sementara untuk Indonesia, di era 1980-an, para pioner rafter adalah Wanadri, Bandung, yang juga mendapat dukungan dari TNI AL. Klub-klub pencinta alam seperti Wanadri dan Mapala UI yang kemudian melakukan serangkaian kegiatan ekspedisi. Selain menggunakan perahu karet kegiatan ini juga sudah dikembangkan dengan menggunakan kayak dan canoe.
Melihat perkembangan yang sangat pesat dari kegiatan ini pada era 90-an, beberapa penggiat mulai membutuhkan suatu wadah komunikasi bagi para penggiat arung jeram di Indonesia. Pada tanggal 29 Maret 1996, berdirilah Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI), yang dibidani oleh 30 klub arung jeram baik komersil maupun amatir. Ini adalah satu titik tolak perkembangan dunia arung jeram Indonesia.
Safety Gear!
Arung jeram memerlukan pengetahuan dan sejumlah peralatan khusus. Ini mutlak karena keselamatan dalam aktivitas ini merupakan hal yang utama.
Peralatan standar yang dibutuhkan seperti: life jacket/rompi pelampung, helm jeram, sepatu khusus, dayung (paddle), flip line (tali panjang yang kedua ujungnya disisip ke karabiner. Sebagai alat bantu melepaskan perahu yang tersangkut. Membalik perahu, termasuk pegangan penumpang dalam keadaan tertentu), dan tentu saja perahu (karet) yang memadai.
Seandainya semua peralatan tersebut sudah ada, sekarang tinggal menimba ilmu dan pengetahuan dasar arung jeram dari profesional yang berpengalaman.
Suku primitf di Kanada dikenal sebagai pioner pembuat perahu. Kaum Indian Carib juga mengembangkan transportasi air ini dan menyebutnya Pirogue (Sering disebut Dug Out Canoe). Orang-orang Maoris dari Selandia Baru malah mengembangkan Dug Out Canoe yang besar untuk mengangkut pasukan tempur mereka. Sementara suku Kwakiuti Indian dari Vancouver, Kanada, mengukir perahu mereka untuk tujuan kebanggaan.
Perkembangan berikutnya dari Dug Out Canoe menjadi Bark Out Canoe. Jenis ini adalah perahu yang mulai menggunakan papan yang disusun merapat. Teknik pembuatan perahu ini kemudian menjadi akar perahu modern. Cara membuat perahu ini digagas oleh suku Indian Amerika Utara. Sementara kaum Eskimo menciptakan Skin Covered Craft, yaitu perahu yang dibungkus dengan kulit binatang agar tidak tembus air. Begitulah perahu ini kemudian berkembang menjadi alat transportasi penting.
Namun bagi beberapa gelintir penggila kegiatan air, perahu yang mulanya berbasis dari canoe-nya suku Indian kemudian diubah menjadi wahana mengarungi jeram-jeram ganas di sungai-sungai. Gagasan berarung jeram ini dimulai sejak akhir abad 19. Seorang pandu bernama John Macgregor mengembangkan kendaraan air ini untuk rekreasi dan olahraga.
Seiring kebutuhan akan medan jeram dan sungai yang punya karakteristik berbeda, perahu arung jeram kemudian berkembang dalam banyak jenis material: plastik, aluminium, fiberglass dan karet.
Setelah Perang Dunia II usai, perahu angkatan laut milik Amerika mulai digunakan untuk mengarungi sungai. Namun perahu ini didesain untuk menerjang ombak laut, bukanlah untuk di jeram. Arung jeram dilakukan dengan menggunakan perahu bulat yang disebut "Basket Boat" karena bentuknya mirip keranjang. Perahu ini selalu penuh dengan air bahkan hanya dengan melewati jeram kecil. Sampai saat ini perahu jenis ini masih digunakan pada sungai yang mudah.
Pada 1950, arung jeram semakin diminati. Mulailah perahu khusus arung jeram diproduksi dengan desain khusus untuk menempuh jeram-jeram dan dapat mengangkut orang dan perbekalan lebih banyak.
Sampai tahun 1980-an, para rafter terpaksa masih memakai perahu “baskom” yang mesti menimba air keluar dari perahu. Ini adalah ancaman nyata bagi rafter yang kehilangan timba airnya!
Lewat berbagai percobaan, pada 1983 perahu yang dapat mengeluarkan air sendiri -- Self Bailer-- berhasil diproduksi oleh Jim Cassady. Sebuah perahu yang lantainya diisi angin. Lantai yang berisi udara ini akan selalu mengapung di atas permukaan air sehingga dengan sendirinya air keluar lewat lubang di sekeliling lantai perahu.
Perkembangan di Indonesia
Sementara untuk Indonesia, di era 1980-an, para pioner rafter adalah Wanadri, Bandung, yang juga mendapat dukungan dari TNI AL. Klub-klub pencinta alam seperti Wanadri dan Mapala UI yang kemudian melakukan serangkaian kegiatan ekspedisi. Selain menggunakan perahu karet kegiatan ini juga sudah dikembangkan dengan menggunakan kayak dan canoe.
Melihat perkembangan yang sangat pesat dari kegiatan ini pada era 90-an, beberapa penggiat mulai membutuhkan suatu wadah komunikasi bagi para penggiat arung jeram di Indonesia. Pada tanggal 29 Maret 1996, berdirilah Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI), yang dibidani oleh 30 klub arung jeram baik komersil maupun amatir. Ini adalah satu titik tolak perkembangan dunia arung jeram Indonesia.
Safety Gear!
Arung jeram memerlukan pengetahuan dan sejumlah peralatan khusus. Ini mutlak karena keselamatan dalam aktivitas ini merupakan hal yang utama.
Peralatan standar yang dibutuhkan seperti: life jacket/rompi pelampung, helm jeram, sepatu khusus, dayung (paddle), flip line (tali panjang yang kedua ujungnya disisip ke karabiner. Sebagai alat bantu melepaskan perahu yang tersangkut. Membalik perahu, termasuk pegangan penumpang dalam keadaan tertentu), dan tentu saja perahu (karet) yang memadai.
Seandainya semua peralatan tersebut sudah ada, sekarang tinggal menimba ilmu dan pengetahuan dasar arung jeram dari profesional yang berpengalaman.
No comments:
Post a Comment