Saya mungkin akan lebih sering mengulas film Indonesia berkualitas ketimbang film asing, agar perfilman Indonesia mengarah ke arah yang lebih baik, dan masa depan generasi akan menuju ke arah yang lebih baik.
Banyak yang mengeluh tentang perfilman Indonesia yang buruk horor, seks oriented dsb, tapi selama film tersebut lebih laku maka akan tetap beredar.
Kalau kita peduli perfilman Indonesia, pilihannya adalah, kita harus mendukung film film yang mendidik, bermisi dan mencerahkan.
Kalau film berkualitas bagus banyak diminati dan lebih menguntungkan dari film horor atau yang berbau seks, maka otomatis film horor dan berbau seks tidak akan dapat tempat di bioskop dan berbondong-bondong produser film ingin menciptakan film yang mendidik.
Jadi jangan hanya mengeluh, tapi tunjukkan bahwa kita juga ikut mendukung film bermutu sekalipun hanya sekedar dengan sekedar membeli tiket dan menonton.
Usahakan nonton di hari pertama sampai hari ketiga, kalau tidak sempat di hari-hari awal yang penting sempatkan saja selama diputar.
(Sebenarnya saya punya banyak data produser film bermutu yang rugi dan mau gulung tikar, dan kalau tidak kita dukung film Indonesia yang bermutu, lama kelamaaan, orang baik benar-benar kapok bikin film, Anda tidak rela bukan?).
Kali ini saya ingin bahas tentang film Tiga Hati: Dua Dunia, Satu Cinta dari Mizan Production yang baru yang beredar 1 juli 2010.
Tiga Hati: Dua Dunia, Satu Cinta
Isa Alamsyah
Sikap kita menghadapi perbedaan, merupakan salah satu indikator tingkat kedewasaan.
Perbedaan bisa muncul antara orang tua dan anak, perbedaaan keyakinan, dan perbedaaan pemahaman agama.
Film "Tiga Hati: Dua Dunia, Satu Cinta" mengangkat isu ini dengan menarik, membuat penasaran, dan diselingi banyak komedi yang membuat kita terhibur.
Isu perbedaaan pemahaman agama diangkat cukup cerdas dalam film ini.
Betapa banyak orang yang mengedepankan agama dengan simbol-simbolnya, mulai dari peci, warna peci, baju koko, sorban, dan berbagai simbol keagamaan lainnya.
Bahkan beberapa kelompok merasa lebih benar dari lainnya hingga berani mernyerang mereka yang berbeda pemahaman.
Ada kontradiksi juga yang diangkat. Betapa orang taat beribadah malah pergi ke dukun, dan yang kelihatannya urakan malah punya pemahaman tauhid yang pas.
Ada juga isu cinta beda agama.
Ini bisa dikatakan sebagai sentral cerita. Yang menarik, penceritaaannya tidak klise, dan kita yang menonton akan menduga-duga serta dibuat penasaran mau dibawa kemana cerita ini. Apakah kita akan dikecewakan atau senang? Apakah akan ada yang tersinggung atau tidak? Rasa ini akan muncul selama kita menonton, tentu saja diiringi tawa segar dengan adanya humor di sana-sini.
Buat anak muda atau remaja film ini juga pembelajaran yang bagus. Kadang kita merasa, ketika jatuh cinta segalanya sudah harus diputuskan saat itu dan segalanya sudah merupakan putusan akhir, segala yang menghambat akan dilewati?
Tapi apa benar demikian? Silahkan simak filmnya.
Buat orang tua, dari film ini kita bisa belajar membudayakan komunikasi keluarga. Seringkali rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga tidak pernah diucapkan sehingga kadang menimbuilkan keraguan akan cinta keluarga.
Seusai menonton film ini, Anda akan mempunyai bahan diskusi dengan anak-anak (terutama buat yang sudah mempunyai anak remaja), mana sikap yang Anda setujui atau tidak.
Bagaimanapun film ini layak ditonton untuk hiburan dan pencerahan bagi keluarga.
Ditunggu komentarnya: http://bit.ly/cAfjZq
No comments:
Post a Comment