Kesenangan dan Pengorbanan

Seorang ayah mengajak anaknya naik helikopter wisata.
Ketika naik, sang pilot mengajukan tantangan unik dan menyampaikan peraturannya:
"Ongkos naik helikopter adalah 1 juta, jika salah satu dari Anda bersuara atau berbicara maka akan saya denda 5 juta, akan tetapi jika bisa tahan bicara maka saya beri bonus 10 juta."
Singkat cerita mereka setuju mengikuti tantangan dan naik helikopter tersebut. Sang ayah mewanti-wanti anaknya agar tidak bersuara.
Sang pilot tentu saja tidak mau rugi, ia melakukan berbagai manuver untuk membuat penumpangnya bicara, tapi tetap tidak ada suara. Ia melakukan manuver terbang miring, terbang naik turun, tapi tetap saja tidak ada suara.
Akhirnya sang pilot melakukan gerakan yang tidak mungkin ada penumpang yang tahan untuk tidak berbicara atau bersuara.
Tapi setelah manuver bahaya tersebut, sang pilot tetap tidak mendengar suara.
Akhirnya sang pilot menyerah dan mendaratkan helikopternya.
Sambil menengok ke belakang, ia berujar kepada sang ayah;
"Bapak hebat, baru kali ini saya bertemu penumpang yang bisa mengalahkan tantangan ini. Tidak ada yang sanggup tidak bersuara dengan manuver seperti tadi!"
"Sebenarnya tadi saya mau bilang sesuatu yang penting, tapi takut didenda," jawab sang Ayah.
"Mau bilang apa?" tanya sang pilot
"Anak saya jatuh waktu manuver tadi!"
??????

Humor dan hikmah
Anda bisa bilang Ayah ini terlalu gila, saya juga setuju, tapi pada level yang ringan kadang kadang kita melakukan hal yang sama.
Kesalahan utama sang ayah adalah "DEMI UANG IA MENGORBANKAN ORANG LAIN" lebih parah lagi anak sendiri.
Tentu saja ini contoh yang vulgar, tapi namanya juga humor.
Lalu pertanyaannya pernahkah Anda "DEMI UANG MENGORBANKAN ORANG LAIN" dalam level ringan atau berat?

Kadang ada yang untuk menghemat biaya menyekolahkan anak di sekolah yang mutunya rendah.
Kadang ada yang untuk menghemat biaya membiarkan anak atau orang yang kita cintai dirawat di rumah sakit yang kita tahu kualitasnya rendah.
Silahkan temukan sendiri contoh lainnya.

Mungkin Anda keberatan dan berkata, saya bukannya HEMAT tapi TIDAK MAMPU?
Pada yang mengatakan demikian, saya bertanya lagi:
Apakah benar-benar tidak mampu, atau selama ini tidak bekerja sekeras mungkin, tidak mencoba berpenghasilan sebesar mungkin sehingga ketika ada keperluan mendesak jadi tidak mampu?

Saya sulit menerima orang yang mengatakan TIDAK MAMPU atau TIDAK SANGGUP menghasilkan lebih banyak uang untuk kesejahteraan diri dan keluarga padahal ketika pulang sempat nonton sinetron, sempat nongkrong di cafe, ketika perjalanan tidak menggunakan waktu untuk berpikir keras bagaimana merubah nasib, dan punya waktu tidur yang panjang.

Mungkin yang seperti ini masuk katagori "DEMI KESENANGAN SEJENAK MENGORBANKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA"

Sudahkah kita bekerja sebaik mungkin, sekeras mungkin sehingga tidak ada celah untuk mengatakan kita belum bekerja maksimal?
Tentu saja masing-masing individu yang bisa menjawab.

Wallahu alam.

dtunggu komentarnya komunitas bisa: di http://bit.ly/bct4oJ

No comments:

Post a Comment