AMLI desak transparansi pajak reklame

JAKARTA: Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia (AMLI) mendesak Pemprov DKI Jakarta bersikap transparan dalam menetapkan nilai strategi pajak reklame yang digunakan sebagai standar pengenaan pajak.

Sekjen AMLI Nuke Mayasaphira menyatakan manajemen transparansi itu penting karena selama ini penataan, pemetaan, dan penetapan lokasi pembuatan reklame, temasuk sistem penarikan dan pengawasannya, tidak jelas dan acap menimbulkan penafsiran ganda.

"Ada larangan, tapi ada juga perkecualian. Nah, ini tidak jelas. Bukannya kami menolak bayar pajak. Kami mau bayar pajak. Kami hanya minta agar semua transparan dan tidak menimbulkan penafsiran ganda," ujarnya kemarin.

Ijin Pajak reklame adalah satu dari 10 jenis pajak daerah yang ditetapkan Pemprov DKI. Berdasarkan data Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), kontribusi pajak reklame terhadap total penerimaan pajak daerah dalam lima tahun terakhir berkisar 3%-5%.

Pada tahun 2008, penerimaan pajak reklame ditarget Rp310 miliar atau 3,6% dari total target penerimaan pajak daerah Rp8,48 triliun. Penerimaan pajak reklame di kuartal I/2008 mencapai Rp64,4 miliar atau 21% dari target.

Nuke menegaskan penerapan manajemen transparansi izin usaha tidak akan berdampak negatif terhadap penerimaan pajak reklame yang tahun ini ditargetkan Rp310 miliar. Justru, transparansi akan mendongkrak penerimaan pajak reklame melebihi target karena bertambahnya pemasangan reklame oleh perusahaan.

"Potensi pajak reklame besar. Kejelasan peraturan terkait dengan pajak reklame akan memudahkan pelaku usaha jasa menghitung sekaligus memperkirakan biaya investasi. Dengan cara ini, tidak ada lagi kong-kalikong, akhirnya pajak yang masuk ke kas daerah makin besar," katanya.

Dia meyakini hal itu karena objek pajak reklame mencakup seluruh kegiatan promosi produk reklame baik media luar griya maupun yang ada di bagian dalam dan luar bangunan. Dan Jakarta, katanya, memiliki seluruh jenis reklame dengan jumlah cukup banyak.

Penertiban

Terkait dengan banyaknya media luar griya itu, Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan DKI Jakarta Hari Sasongko menyatakan dinasnya sudah berencana menertibkan media luar griya bersamaan dengan penertiban menara telekomunikasi yang tak berizin.

Rencana itu diputuskan karena disinyalir banyak reklame yang menyalahi ketentuan seperti tidak memiliki surat ijin usaha, berada di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukan, dan izin yang dimiliki telah berakhir masa berlaku atau tidak diperpanjang.

Dalam kesempatan itu, Hari mengutip data Dipenda DKI yang menyebut dari 700 lebih izin konstruksi reklame berukuran besar yang diterbitkan, 400 di antaranya habis masa berlakunya dan baru sebagian yang diperpanjang.

No comments:

Post a Comment